Beranda > Uncategorized > Ottoman, “Bunglon” yang Unik

Ottoman, “Bunglon” yang Unik

Ottoman, oleh sebagian orang dianggap kata yang masih asing maknanya.  Malahan kata ini belum tentu akrab di telinga praktisi atau pelaksana interior sekalipun.. Padahal dalam kesehariannya mereka kerap berinteraksi dengan benda tersebut. Misalnya, di sudut ruang tamu,  seringkali terlihat satu bangku kecil tergeletak bebas menyertai kursi atau sofa yang ada didekatnya. Bangku kecil tanpa tangan dan sandaran yang senantiasa kehadirannya kadangkala kita sepelekan. Kehadirannya baru dianggap penting, tatkala kapasitas tempat duduk untuk kursi atau sofa yang ada di ruang tamu sudah penuh terisi.

Memang agak sulit memberi istilah yang pas —yang sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia— untuk benda ini. Menurut kamus lengkap bahasa Inggris karangan W.J.S Poerwadarminta (1980), ottoman mengandung arti bangku rendah tanpa tanganan.  Masalahnya sekarang adalah, apakah semua bangku tanpa tanganan seperti bangku plastik yang sering digunakan untuk duduk di tenda-tenda kafé dipinggir jalan, atau bangku kayu panjang untuk duduk makan di Warung Tegal, atau  bangku kecil (istilah Sunda: jojodog) untuk duduk didepan tungku api didapur pedesaan tempo dulu, bisa disebut sebagai ottoman? Dari segi makna, ya! Tetapi kurang pas bila ditinjau dari sudut fungsi, karena bangku kecil dari plastik, atau bangku kayu di Warung Tegal relatif tidak mengandung fungsi estetik, dan tidak memberikan alternatif pemakaian selain tempat duduk. Dengan pemahaman diatas, wajar apabila sampai kinipun, sebagian besar orang masih sering menyebutnya sebagai bangku kecil.

Banyak istilah untuk bangku kecil unik ini, selain ottoman, orang menyebut juga bench, puff atau footstool. Terserah istilah mana yang anda mau pakai, karena semua mengandung fungsi yang sama. Dimana pada awalnya ottoman berfungsi menahan beban kaki dan sarana relaksasi yang sempurna ketika seseorang duduk diatas kursi atau sofa.

Ottoman satu-satunya benda yang sering dipindah-tempatkan (relay-out), dan perangkat yang tidak menyita ruang serta senantiasa matching — dipadu-padankan dengan furnitur lainnya dengan gaya apapun, dan ditempatkan dimanapun. Bagaikan “bunglon”  kerap beradaptasi pada ruang dan lingkungan yang berbeda. Fleksibilitas inilah yang menjadi “selling pointottoman dimata produsen, penikmat serta pelaksana interior. Bandingkan dengan kursi atau sofa, perangkat ini begitu rigid, perpindahan antar ruang memerlukan tenaga yang besar. Apalagi lemari, credenza, wardrobe atau furniture sejenisnya yang berukuran ekstra besar, untuk menata ulangnya kita harus membuat konsep, pemikiran dan biaya yang tidak sedikit.

Bentuknya yang kecil dan ringan, tidak berarti menghilangkan perannya dalam mengisi komposisi ruang. Justru karena berukuran “mini” inilah ottoman berkesan unik,  dinamis, bisa mengisi ruang kosong yang memberikan kesan hidup, juga bisa membuat kamuflase terhadap ruang yang tidak kita inginkan kehadirannya.

Oleh karena itu, ottoman sebagai bagian integral dari sebuah ruang, bukan hanya ‘teman” setia kursi atau sofa saja. Klaim bahwa ottoman bagian dari kursi atau sofa kini sudah tidak relevan lagi, karena hampir semua furnitur memerlukan kehadirannya seperti: tempat tidur, meja rias, meja belajar, dan sebagainya.

Berbagai fungsi ottoman

Fungsi yang paling utama dari ottoman adalah pertama, sebagai penyeimbang (balance) yang baik antar pengisi ruang. Tatkala sebuah ruang begitu pengap diisi sofa, meja, lemari, serta rak-rak pembatas ruang, ottoman bisa menetralisir kesumpekan itu dengan tampilannya yang imut-imut.  Atau ruang  “sunyi”   yang diisi dengan rak atau console kecil, ottoman hadir dengan sentuhan hangatnya. Begitu pula keheningan ruang tidur yang hanya diisi divan dan lemari, ottoman tampil menyemarakannya. Oleh karena itu, karakter ruang tidak akan pernah muncul tanpa kehadiran ottoman didalamnya. Seperti komposisi sofa di ruang tamu maupun ruang keluarga belum dianggap sempurna jika tidak ada ottoman sebagai pelengkapnya.

Walaupun bersifat individual, dan insidental ottoman mampu menghangatkan suasana ruang. Apapun bentuk, ukuran dan gaya ottoman tersebut. Karena ottoman dibuat dan dihadirkan bukan semata-mata untuk menonjolkan desainnnya tapi lebih sebagai peredam dari kepongahan dan kesombongan ruang.

Kedua, diawal sudah disingggung bahwa ottoman sebagai penahan beban kaki tatkala seseorang asyik duduk diatas sofa. Dengan berselonjor kaki diatasnya maka aliran darah tidak akan menumpuk pada telapak kaki, tapi lebih merata  menjalar ke seluruh bagian tubuh, sehingga rasa lelah dan pegal dikaki dapat diminimalisir dengan baik. Dengan begitu,  selain berfungsi sebagai penahan kaki, praktis berkhasiat menunjang kesehatan tubuh.

Saat ini fungsi ottoman berkembang semakin beragam, dan penempatanya-pun tidak terbatas pada ruang tamu semata, tapi melebar, menjelajah, mengisi ruang publik lainnya, seperti kamar tidur, ruang keluarga, ruang rias, ruang belajar dan sebagainya. Ottoman hadir di ruang keluarga selain untuk menyertai sofa, juga dimanfaatkan menyimpan makanan kecil atau minuman ringan, sehingga —ottoman yang berukuran besar—  berfungsi sebagai meja. Selain itu, dibalik dudukan yang empuk akan didapatkan ruang yang cukup memadai yang berfungsi sebagai storage, tempat menyimpan segala keperluan, seperti sarung bantal, majalah, koran dan lain sebagainya. Pada ruang tidur, ottoman — biasanya berukuran besar— ditempatkan di posisi muka sebuah divan, sehingga ketika anda beranjak tidur anda bisa mengambil selimut dan perlengkapan lain dari dalam storagenya, dan ketika bangun di pagi hari, diatas ottoman sudah tersedia kopi dan makanan ringan untuk sarapan pagi. Sedangkan di ruang rias, ottoman berfungsi untuk duduk menghias diri didepan cermin. Tidak terkecuali di ruang belajar, maka ottoman dimanfatkan menyimpan buku, majalah atau diktat yang akan dibaca.

Selain itu, panetrasi ottoman telah menembus ruang publik yang ekstrem, seperti dimanfaatkan untuk mengisi interior kafé yang sekarang menjamur di kota-kota besar. Berukuran besar antara 80 cm2 sampai 100 cm2, sehingga amat nyaman untuk bersila  diatasnya. Lalu, ditempatkan di supermarket atau department store untuk bangku konter-konter kosmetik, farfum, arloji, kacamata, serta jewellery. Dan biasanya digunakan untuk duduk customer yang akan membeli produk yang akan  dijual, atau menyimpan pajangan produk sehingga menarik minat konsumen untuk membelinya. Kemudian ottoman digunakan  untuk mengisi ruang-ruang gemerlap pub, karaoke, diskotik yang intinya bukan hanya untuk duduk saja tapi juga pemanis ruang. Kini, ottoman telah menjadi ikon sebuah ruang, dan bukan sekedar aksesories tanpa makna.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, ottoman mempunyai dua karakter bentuk yang berbeda, pertama ottoman yang hanya berfungsi untuk tempat duduk dan menyimpan segala sesuatu diatasnya. Desainnya kadangkala mengekspos kakinya yang cantik dan mewah, dibuat dari kayu jati atau mahoni,  atau berbentuk kubus yang ramping dihias rumbai-rumbai yang indah dan elegan, atau bentuk selinder yang seksi.  Kedua, ottoman yang bisa menampung barang-barang yang disimpan dibagian dalamnya, sehingga dudukannya bisa dibongkar pasang.

Mengingat ottoman adalah perangkat yang bebas bentuk, dan ukuran, maka tidak ada aturan baku yang harus diikuti dalam proses pembuatannya. Dimensi dan desainnya diserahkan kepada khalayak yang memiliki kapasitas serta kreatifitas. Walaupun demikian, ukuran yang sering kita dapatkan dipasaran berkisar antara 30cm2 sampai 100 cm2. Sedangkan tingginya bervariasi antara 38 cm sampai 45 cm tergantung keinginan konsumen, karena tinggi kaki tiap orang tentunya berbeda-beda. Adapun  material yang digunakan  mulai dari rotan, pipa, stainless-steel, kayu ataupun campuran dari lebih dua jenis material yang berbeda. Kain yang dipakai pun  beraneka jenis dan motif. Ada yang menggunakan bahan katun, polyester, denim, PVC maupun kulit.

Sehingga kini amat banyak ukuran dan ragam desain ottoman yang dapat kita temukan, ada yang  menampilkan kesan yang berlawanan secara dimetral dengan fungsi ruang atau malahan satu kesatuan yang inheren dengan kondisi ruang. Dari mulai bentuk kotak, bulat, heksagonal., lonjong, segitiga ataupun tidak beraturan sama sekali.

Kebebasan mengolah ottoman ini, merupakan kesempatan yang amat berharga bagi setiap individu untuk mengeksploitasi  dan mengekspresikan hasrat dan keinginan dalam mengolah bentuk maupun pengaturan ruang. Tentunya, kebebasan yang beretika dan berestetika, akan memberikan hasil terbaik, sedangkan kebebasan yang kebablasan apapun jenisnya, hanya akan menyengsarakan dan menenggelamkan ide-ide kita.

Iwa Misbah, Praktisi dan Pengamat Desain

Kategori:Uncategorized
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar